Sabtu, 30 Oktober 2021

Forum Diskusi- Eksplorasi Konsep Modul 2.1

 


Dalam bagian ini, CGP diminta menjawab beberapa pertanyaan berdasarkan video dan materi bacaan. Berikut adalah penjabaran jawaban pertanyaan tersebut menurut saya.

1. Informasi atau fakta apa yang disampaikan dalam video dan artikel tersebut?

Pemetaan kebutuhan murid adalah hal signifikan dalam pembelajaran berdiferensiasi yang dapat dilhat melalui 3 aspek yaitu kesiapan belajar, minat dan profil belajar. Hal ini kemudian menjadi dasar praktek diferensiasi pembelajaran di kelas. 

Strategi pembelajaran berdiferensiasi meliputi:

a. Diferensiasi Konten.

Konten merupakan apa yang akan diajarkan guru pada siswanya. Jika dilihat dari kesiapan siswa, maka dapat dilihat melalui jenis informasi yang diajarkan ( mendasar atau transformatif) dan sifat informasi yang diajarkan (abstrak dan konkret). Selain itu juga dapat dilihat dari minat siswa dan menyesuaikan dengan profil belajar siswa (auditori, visual atau kinestetik.)

b. Diferensiasi Proses

Merupakan bagaimana siswa memahami atau memaknai informasi. Apakah pembelajaran akan dilakukan secara berkelompok atau mandiri dan seberapa banyak dan kepada siapa bantuan akan diberikan. Hal ini dapat dilakaukan dengan kegiatan berjenjang, pertanyaan pemandu, membuat agenda individual, menvariasikan lama waktu untuk menyelesaikan tugas, mengembangkan kegiatan bervariasi dan menggunakan pengelompokan yang fleksibel.

c. Diferensiasi Produk.

Yaitu tagihan apa yang diharapkan dari murid, yang dapat dilaksanakan dengan cara memberikan tantangan keragaman dan memberikan pilihan bagaimana mereka akan mengekspresikan pembelajaran. Walau murid diberikan pilihan, guru harus memberikan arahan apa yang diharapkan dari penugasan tersebut yang meliputi kualitas pekerjaan, konten yang wajib ada, bagaimana harus dikerjakan dan sifat akhir produk.

Pembelajaran berdiferensiasi dapat dilaksanakan dalam lingkungan yang kondusif dimana semua anggotanya adalah pembelajar (learnng community). Peran guru luar biasa besar untuk mendukung terciptanya atmosfer positif untuk memungkinkan pembelajaran berdiferensiasi. 

Ciri lingkungan yang positif:

a. Setiap orang menyambut dan merasa disambut dengan baik

b. Setiap orang saling menghargai

c. Murid merasa aman secara fisik dan psikis

d. Ada harapan bagi pertumbuhan

e. Guru mengajar untuk mencapai kesuksesan

f. Keadilan dalam bentuk yang nyata

g. Guru dan murid berkolaborasi untuk kesuksesan bersama

2. Gagasan baru apa yang anda dapatkan dari video dan artikel yang anda lihat?

a. Lingkungan positif seperti apa yang memungkinkan berdiferensiasi dalam pembelajaran

b. Strategi yang dapat ditempuh untuk mewujudkan pembelajaran yang berdiferensiasi

c. Penilaian formatif seperti apa yang dapat membantu

3. Apakah menurut anda yang sulit diimplementasikan? Mengapa?

a. Mewujudkan learning community, karena tidak semua pihak mau terbuka terhadap perubahan.

b. Memahami karakteristik siswa yang beragam karena jumlah kelas yang diampu banyak dan waktu yang tersedia sedikit dan banyaknya tugas yang diemban CGP.

4. Pertanyaan apakah yang masih anda miliki atau klarifikasi apakah yang masih anda perlukan terkait dengan isi video dan artikel tersebut?

a. Bagaimana cara efektif untuk mewujudkan learning community?

b. Cara paling efektif untuk memahami karakteristik beragam siswa jika mengampu kelas yang banyak?

Rabu, 20 Oktober 2021

Aksi Nyata Budaya Positif

Melibatkan Siswa dalam Menyusun Nilai Keyakinan


Tata tertib? Dibentuk untuk ditaati atau untuk dilanggar? Banyak pastinya dari siswa kita yang melakukan pelanggaran aturan yang telah ditetapkan. Tentu saja, untuk para pelanggar, ada beragam sanksi yang sudah disediakan. Mulai dari hormat bendera, lari keliling lapangan (tentu saja waktu dan jumlah putaran harus manusiawi), push up hingga menulis "Saya tidak akan mengulangi" hingga tangan kapalan. Namun kita tidak menyadari bahwa siswa kita melakukan pelanggaran terkadang karena memenuhi kebutuhan dasar manusia.

Apa sajakah kebutuhan dasar tersebut?

Adalah Dinda, seorang siswi 14 tahun yang memasuki masa pubertas. Dia mulai berdandan ke sekolah untuk menarik perhatian orang-orang di sekelilinnya. Dapat dikatakan bahwa Dinda melakukan hal ini untuk memenuhi kebutuhan dasarnya akan cinta dan kasih sayang.

Lain lagi dengan Galang. Siswa ini sering sekali melawan guru. Berkata-kata pun seringkali kasar. Galang juga sering memalak siswa lain yang lebih lemah. Hal ini dilakukan karena Galang memenuhi kebutuhan akan kekuasaan.

Di kelas lain, Budi seringkali bolos dalam kegiatan daring. Ternyata setelah dicari tahu, Budi bekerja menggembalakan ternak tetangganya karena ayahnya baru saja terkena stroke dan tidak bisa melaksanakan tugas tersebut. Budi meninggalkan kewajibannya sebagai siswa untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup.

Anita adalah seorang siswa yang hobi melukis. Tetapi orangtuanya lebih menyukai jika Anita fokus dalam bidang sains. Setiap kali belajar, Anita kurang termotivasi dan lebih suka menggambar di bukunya. Nilainya pun kurang baik dan guru banyak mengeluh karena Anita lebih asik menggambar daripada memperhatikan pelajaran. Dalam hal ini Anita sedang memenuhi kebutuhan akan kebebasan.

Najwa beberapa kali dipanggil guru BK karena ketahuan menyembunyikan benda-benda milik teman-temannya. Bukan berarti Najwa mengambil karena ingin memiliki benda-benda tersebut. Diakui Najwa dia hanya iseng mengerjai teman-temannya. Dalam hal ini Najwa melakukan pelanggaran karena unsur pemenuhan kesenangan.

Nah, tentu setelah memahami kebutuhan dasar tersebut, kita sedikit tercerahkan, ya? Terkadang siswa tidak memahami nilai-nilai kebajikan yang dituangkan dalam tata tertib sekolah. Sederhana saja, hal ini karena mereka tidak dilibatkan dalam penyusunannya. Lalu apa yang harus dilakukan? Mari libatkan siswa dalam bentuk dialog menyusun Nilai Keyakinan yang nantinya akan sama-sama ditaati warga kelas. Berikut ini adalah contoh sederhana Penyusunan Nilai Keyakinan Kelas.


 

Jurnal Minggu Ke-8 Calon Guru Penggerak

 Jurnal Penutup Modul 1


Model yang digunakan:    Model Discroll

14 Oktober 2021



What?
Pelaksanaan Demonstrasi Kontekstual. Tema yang diambil adalah siswa yang melanggar tertib berpakaian. Karena usia Pubertas, siswi di sekolah saya banyak yang mulai mewarnai kuru dan menggunakan pewarna bibir. Pelanggaran ini diselesaikan dengan langkah Restitusi yang melibatkan Stabilisasi Identitas, Validasi tindakan dan Menanyakan Keyakinan. Siswi yang dilibatkan adalah Dwi Cantika dari kelas 9D.

SO WHAT?
Karena biasanya siswa langsung ditunjukkan apa yang harus dilakukannya sebagai penebus kesalahannya, saat Restitusi dijalankan, siswa agak sedikit bingung dan kurang nyaman. Hal ini dinyatakan sendiri oleh siswa. Namun mungkin hanya disebabkan karena belum terbiasa. Rekan sejawat saya juga sedikit bingung karena Restitusi adalah hal baru bagi kami.

NOW WHAT?
Ke depannya perlu disusun terlebih dahulu nilai Keyakinan Kelas yang melibatkan siswa. Dan supaya siswa lebih terbiasa dengan Restitusi, perlu kerjasama dengan pihak sekolah dan Bimbingan Konseling.


15 Oktober 2021



WHAT?

Pelaksanaan Elaborasi Pemahaman sesi bersama Instruktur. Kali ini Instruktur kami adalah ibu Dias Rahmasari dari Sekolah Perkumpulan Mandiri. Sesi dimulai pukul 15.30. Materi yang dibahas adalah Modul 1.4 yaitu Budaya Positif.

SO WHAT?

Yang saya rasa (dan beberapa peserta rasa), sedikit bosan karena kurang interaktif. Mungkin dikarenakan sinyal yang kurang bersahabat juga. Sesi dimana kami diminta bersama-sama membacakan kalimat sesuai dengan Peran Kontrol yang diminta sebenarnya menarik, tapi menjadi kurang jelas karena dilakukan bersama-sama. Akan lebih baik mungkin jika satu mendemonstrasikan dan yang lain menyimak.

NOW WHAT?

Salah satu dialog menarik adalah penting tidaknya motivasi ekstrinsik dalam membentuk kepribadian yang sesuai Profil Pelajar Pancasila. Menurut saya, motivasi intrinsik memang penting, namun motivasi ekstrinsik juga mungkin perlu. Tidak berarti siswa diiming-imingi hadiah supaya lakunya berubah, namun lebih pada penghargaan atas usaha berubahnya.


19 Oktober 2021

https://y2menulis.blogspot.com/2021/10/koneksi-antar-materi-modul-guru.html

WHAT?

Pelaksanaan Koneksi Antar Materi. CGP diharap dapat menyajikan hubungan antara modul 1.1 (Filosofi Pemikiran KHD), modul 1.2 (Nilai dan Peran GP), modul 1.3 (Visi GP) dan modul 1.4 (Budaya Positif). 

SO WHAT?

Selain diminta untuk berefleksi, CGP juga diharap dapat menyusun Kerangka Aksi Nyata yang harus diunggah paling lambat Kamis, 21 Oktober. Yang saya rasakan sepertinya penjadwalan terlalu terburu-buru, karena selain berhadapan dengan LMS, CGP juga mulai melaksanakan PTM dan menghadapi monitoring dan evaluasi dari DInas Pendidikan.

NOW WHAT? 

Karena waktu yang terbatas, maka aksi nyata yang dijadikan rencana adalah yang paling sederhana, yaitu melibatkan siswa dalam menyusun Nilai Keyakinan Kelas.

20 Oktober 2021



WHAT?

AKsi nyata Modul 1.4 yaitu Budaya Positif. Sesuai dengan Kerangka Rencana pada Koneksi Antar Materi (Modul 1.4.9), saya mengambil topik Menyusun Nilai Keyakinan Kelas bersama SIswa. Karena kami melaksanakan PTM dimana hanya 8 siswa yang diijinkan hadir dalam satu ruangan, saya memiih moda daring untuk melalksanakan agenda ini

SO WHAT?

Siswa nampak antusias dalam pelaksanaan. Namun memang keyakinan yang disusun masih sangat sederhana. ALih-alih menyusun dalam bentuk kalimat positif, siswa lebih memilih untuk menggunakan kalimat larangan.

NOW WHAT?

Ke depannya, Nilai Keyakinan Kelas ini dapat diaplikasikan dalam keseharian. Semoga saja dapat meningkatkan ketertiban siswa dan pemahaman akan nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan.

Selasa, 19 Oktober 2021

Koneksi Antar Materi Modul Guru Penggerak - Budaya Positif

 Koneksi Antar Materi Modul Guru Penggerak - Budaya Positif


Digugu dan ditiru... betapa sering istilah ini kita dengar jika merujuk pada Guru. Guru merupakan teladan baik untuk siswanya, maupun untuk lingkungan sosialnya. Saat seorang guru melanggar norma dalam lingkungan masyarakat, betapa fatal imbasnya baik itu terhadap nama baiknya sebagai pribadi, maupun dalam hal keprofesian.

Merujuk pada pemikiran Ki Hajar Dewantara (yang mengikuti trend bahasa gaul seringkali disingkat KHD), Guru diibaratkan seperti tukang kebun yang harus mampu memastikan segala jenis bibit yang dimilikinya tumbuh dalam kondisi seperti apapun. Walau tentu sang tukang kebun tidak dapat menyulap bibit padi untuk tumbuh menjadi tumbuhan lain. Dengan kata lain, seorang guru harus mampu mengondisikan lingkungan siswa bertumbuh, memastikan setiap siswa terpenuhi kebutuhan dalam pendidikan dan pembelajarannya sehingga tujuan akhir untuk menjadi manusia yang bahagia dan selamat dapat terwujud.

Mencapai cita-cita luhur tersebut tentu tidak mudah. Untuk itu seorang guru wajib memahami perannya dalam mengajar dan mendidik. Peran kompleks yang disebut sebagai Peran Guru Penggerak yaitu sebagai pemimpin pembelajaran, sebagai penggerak komunitas praktisi, sebagai coach untuk guru lain, mendorong kolaborasi antar guru dan mewujudkan kepemimpinan murid. Dalam melaksanakan perannya, tentu ada hal yang harus dimiliki seorang guru sebagai pondasi untuk mewujudkan siswa yang memiliki kepribadian sesuai Profil Pelajar Pancasila. Hal penting tersebut adalah Nilai Guru Penggerak, yaitu Mandiri, Reflektif, Inovatif, Kolaboratif dan Berpihak pada Murid.

Segala upaya tersebut semata-mata ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan filosofi KHD yaitu mengantarkan siswa mencapai kebahagiaan dan keselamatan baik itu sebagai individu maupun anggota masyarakat. Pencapaian ini tentu disesuaikan dengan kodrat alam (lingkungan) siswa dan kodrat jaman (kemajuan dan tuntuan jaman) yang dihadapi siswa. Sehingga dalam rangka mencapai tujuan tersebut, tentu seorang guru wajib memiliki visi sebagai petunjuk arah langkahnya. Penyusunan visi ini harus memperhatikan kekuatan yang dimiliki oraganisasi dan lingkungan bernaungnya, yang kemudian disebut sebagai Inkuiri Apresiatif. 

Model pendekatan Inkuiri APresiatif menekankan pada apa yang sudah suatu organisasi miliki yang kemudian dapat dikembangkan sebagai kekuatan. Penyusunan langkah pendekatannya menggunakan metode BAGJA yaitu Buat Pertanyaan Utama, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana dan Atur Langkah.

Dalam proses pencapaian visi, tentu ada rambu-rambu yang wajib warga sekolah taati bersama. Biasanya, peraturan sudah dibuat pihak sekolah, tanpa melibatkan siswa. Pengabaian keterlibatan ini seringkali berimbas pada kekurangpahaman siswa akan aturan yang ditetapkan sekolah dan mengapa harus menaati suatu aturan yang sudah dibuat. Sehingga pada akhirnya terjadi pelanggaran-pelanggaran aturan. Dalam menertibkan aturan ini, Guru seringkali memberlakukan tindakan disipliner yang melibatkan hukuman fisik. Namun apakah efisien?

Ternyata pelanggaran yang seringkali siswa lakukan dilatarbelakangi oleh kebutuhan dasar manusia yang antara lain terdiri dari: cinta dan kasih sayang, kebebasan, kesenangan, dan kekuasaan. Tapi kita sebagai guru seringkali kurang memahami hal ini. Kita lebih sering mengambil peran sebagai pemberi hukuman atau pembuat rasa bersalah. Seyogyanya seorang guru harus mampu berperan sebagai Manajer yang mampu menjadi teladan untuk siswa dalam berlaku, menggiring siswanya untuk berefleksi atas kekeliruan yang diperbuat, serta mengarahkan siswa untuk mengambil langkah perbaikan atas inisiatifnya sendiri.. Pendekatan ini disebut dengan Restitusi yang memiliki tiga langkah pendekatan (sehingga disebut Segitiga Restitusi). Langkah tersebut ialah: menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan dan menanyakan keyakinan. Tentu saja, sebelum langkah restitusi diambil, harus ada nilai keyakinan yang disepakati untuk dipatuhi. Penyusunan nilai keyakinan wajib melibatkan siswa, sehingga siswa diajarkan untuk konsisten dengan nilai yang sudah disepakati dari awal.



Contoh laporan guru piket Praktik Kinerja PMM

  SIlakan Klik